TPU Budi Dharma Semakin Sesak: Akses Jalan Dijadikan Makam, Ada Apa?
Selasa 5 Agustus 2025.
Jakarta-mediaonlineadelynayrs.com
Permasalahan pemakaman di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Budi Dharma, Jakarta Utara, kembali mencuat ke publik. H. Dali Madali, seorang penggiat media sosial dan tokoh masyarakat Kecamatan Cilincing, menyoroti dugaan adanya praktik “permainan” oleh oknum-oknum tertentu dalam pengelolaan lahan pemakaman di TPU tersebut.
Pernyataan ini disampaikan oleh H. Dali Madali pada Minggu, 3 Agustus 2025, dalam diskusi di Grup WhatsApp Tiker Kecil.
Menurut Dali, berdasarkan ketentuan yang berlaku dari Pemprov DKI Jakarta, pemakaman baru seharusnya dilakukan dengan sistem tumpang tindih, mengingat keterbatasan lahan. Namun di lapangan, ditemukan banyak makam baru yang berdiri tanpa mengikuti aturan tersebut.
“Sesungguhnya, secara aturan, tidak bisa dimakamkan jika tidak tumpang tindih. Tapi kini ada pola penyiasatan: jarak antara makam yang semestinya menjadi akses jalan, kini dijadikan tempat pemakaman baru,” ungkapnya.
Akibatnya, kondisi di TPU Budi Dharma kini sangat padat. Jarak antar makam nyaris tanpa celah. Jalur lalu lintas yang biasanya digunakan untuk pelayat pun sudah tertutup oleh makam-makam baru.
Yang lebih mencengangkan, Dali menyebut adanya dugaan bahwa dengan membayar sejumlah uang—beberapa juta rupiah—pihak keluarga jenazah dapat memperoleh pemakaman tunggal tanpa tumpang tindih.
“Kalau ada uang, bisa dapat makam tunggal. Artinya, ada indikasi praktik tidak sesuai aturan,” tegas Dali.
Ia juga menambahkan bahwa mantan Lurah Semper Barat, Muhammad Iqbal, yang pernah menjabat sebagai Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman, sempat berhasil mengungkap adanya makam-makam bodong di wilayah tersebut.
“Saya rasa perlu dialog dengan Pak Iqbal, karena beliau punya pengalaman dan pemahaman untuk memberi solusi terhadap masalah ini,” tambahnya.
Dali juga mengungkap informasi menarik terkait lahan yang berada tepat di samping TPU Budi Dharma. Menurutnya, proses pembebasan lahan tersebut sudah berlangsung dua tahun, namun belum ada pembayaran dari Pemprov DKI.
“Saya berteman dengan fasilitator pembebasan lahan itu. Informasinya, lahan tersebut memang direncanakan untuk perluasan pemakaman, tapi pembayarannya belum terlaksana,” ujarnya.
Ia menduga kendala pembayaran bisa jadi disebabkan oleh pertimbangan teknis seperti kondisi lahan yang jauh lebih rendah, sehingga membutuhkan biaya pengurukan tambahan, atau mungkin karena alasan lain.
Permasalahan ini, menurut Dali, bukan hal baru. Sejak sistem tumpang tindih diterapkan, indikasi penyimpangan dalam pengelolaan pemakaman sudah mulai terasa.
“Ini bukan isu baru. Tapi kalau tidak disorot, praktik-praktik seperti ini akan terus berlanjut,” pungkasnya.